KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya yang
begitu berlimpah kepada penyaji sehinggah Makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya dengan judul TAFSIR dan TA’WIL. Makalah ini dapat memberikan
informasi serta wawasan lebih kepada kita semua tentang penjelasan dan
macam-macam tasfir dan ta’wil serta contoh pengunaan keduanya dalam penafsiran.
Sehingga kita dapat memahami keduanya dengan baik dan benar. Saya menyadari
bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah selanjutnya.
Akhir
kata, saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhahi segala usaha kami. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-Quran Al-Karim adalah sumber hukum
pertama bagi umat Muhammad. Kemampuan manusia memahami makna al-Qur’an tentulah
berbeda-beda. Hal ini tidak dipermasalahkan namun terkadang menimbulkan banyak
masalah yang spesifik. Untuk kalangan masyarakat awam hal memaknai al-Qur’an
terkadang diabaikan namun untuk kalangan para Ulama’ dan para siswa/mahasiswa
yang terpelajar akan dapat memahami dan menyingkap makna-maknya al-Qur’an
dengan menarik. Dengan demikian al-Quran mendapatkan perhatian besar untuk
meafsirkan kata-kata yang gharib.
Tafsir dan Ta’wil sendiri merupakan suatu
penjelasan dan pendapat yang banyak
dipaparkan beberapa ulama’ yang menerangkan makna-makna al-Qur’an dan
mengembalikan sesuatu kepada tujuan utama dan apa yang dimaksud. Dengan banyak
pendapat dari beberapa ulama’ kita juga dapat memahami lebih jauh tentang
Tafsir. Definisi Tafsir dan Tawil kita juga tidak terlepas dari banyaknya macam
keduanya.
Selain memahami Tafsir dan Ta’wil kita
dapat membenakan keduanya dengan seksama dan bisa menerapkan dan mengamalkan
ilmu kita terhadap sesama.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan tentu dapat terlihat banyak hal yang perlu
dibenahi lagi. Sehingga dapat disimpulkan menjadi rumusan masalah yaitu :
1.
Apa yang
dimaksud Tafsir dan Ta’wil?
2.
Apa saja perbedaan
Tafsir dan Ta’wil?
3.
Macam-macam
makna Ta’wil?
4.
Contoh pengunaan
Tafsir dan Ta’wil dalam penafsiran?
5.
Apa saja tafsir
yang gharib?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui
apa itu tafsir dan ta’wil.
2.
Untuk mengetahui
perbedaan tafsir dan ta’wil.
3.
Untuk mengetahui
apa saja makna tafsir dan ta’wil.
4.
Untuk mengetahui
pengunaan tafsir dan ta’wil dengan benar.
5.
Untuk mengetahui
bagaimana tafsir dan ta’wil yang gharib.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR
Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’îl”, berawalkan dari akar kata al-fasr yang berarti menjelaskan,
menyingkap dan menampakan atau menerangkan makna-makna yang abstrak. Kata
kerjanya mengikuti wazan “daraba – yadribu” dan “nasara – yansuru”. Dikatakan:
“fasara (asy-syai’a) yafsiru” dan “yafsuru, fasran”, dan fassaruhu”, artinya
“abânahu”
(menjelaskannya). Kata at-tafsîr dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan
menyingkap yang tertutup.[1] Dalam Lisanul ‘Arab
didefinisikan dari kata “al-fasr”
berati menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata “at-tahsir” berarti
menyingkapkan maksud suatu lafazh yang musykil. Dalam Al-Qur’an dinyatakan:
وَلَايَٲْتُونَكَ
بِمَثَلٍ ٳِلَّاَ جِٸْنَٰكَ بِٱلْحَقِّ وَٲَحْسَنَ تَفْسِيرًا [الفرقان:٣٣]
“Tidaklah
mereka datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melaikan kami datangkan
kepadamu sesuatu yang benar dan paling baik tafsir-nya.” (Al-Furqan: 33). Yaitu
penjelasan dan perinciannya.[2]
Sedangkan
Menurut istilah banyak ulama’ yang berpendapat sebagai berikut:
1.
Abu Hayyan
mendefinisikan tafsir sebagai, “Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan
lafazh-lafazh Al-Quran, indikator-indikatornya, masalah hukum-hukumnya baik
yang independen maupun yang berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna-maknanya
yang berkaitan dengan kondisi struktur lafazh yang melengkapinya.[3]
2.
Menurut
al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna ayat keaaannya, kisahnya, dan sebab
yang karenanya ayat diturunkan, dengan
lafat yang menunjukkan kepadanya dengan jelas sekali.
3.
Menurut
az-Zarkazyi, ialah suatu pengetahuan
yang dengan pengetahuan itu dapat dipahamkan kitabullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW menjelaskan maksud-maksudnya mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmahnya.
4.
Menurut
al-Kilbyi ialah mensyarahkan al-qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan
apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya ataupun dengan
najwahnya.
5.
Menurut Syeikh
Thorir, ialah mensyarahkan lafad yang sukar difahamkan oleh pendengan dengan
uraian yang menjelaskan maksud dengan menyebut muradhifnya atau yang
mendekatinya atau ia mempunyai petunjuk kepadanya melaui suatu jalan
(petunjuk). (Masyhuri: 86)
6.
Menurut Syaikh
Muhammad bin Shalih,[4]
Tafsir adalah menjelaskan makna-makna al-Qur’an.
7.
Menurut Hasbi
Ash-Shiddieqy[5]
yang dimaksud tafsir adalah tafsir menurut bahasa adalah menerangkan dan
menyatakan. Sedangkan menurut istilah adalah:
شَرْحُ
الْقُرْٱن وَبَيَانُ مَعْنَاهُ وَالإِڡْصَاحُ بمَايَڡتَضِيْهِ بنَصِّهِ
اَوْإِشَارَتِهِ اَوْنَحْوَاهُ.
“Menjelaskan
al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan
mash al-Qur’an.”
8.
Menurut Ali
As-Shobuni dalam At-Tibyan menurutnya Tafsir adalah ilmu yang dengan ilmu itu
dapat memahami kitab Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,
menjelaskan makna-makna al-Qur’an serta menggali hukum di dalam al-Qur’an.[6]
B. TA’WIL
Pengertian Ta’wil
Ta’wil secara
bahasa berasal dari kata “a-u-l,” yang berarti kembali ke asal. Dikatakan “آلَ إِلَيْهِ أَوْلاًوَمَآلاً” artinya, kembali
kepadanya. “ٲَوَّلَ الْكَلاَ مَ تَأْوِيْلاً” artinya, memikirkan, memperkitakan dan
menafsirkannya.[7]
Atas dasar ini maka tawil al-kalam
(penakwilanterhadap
suatu kalimat) dalam istilah mempunyai dua makna :
Pertama,
ta’wil kalam dengan pengertian, suatu makna yang menjadi tempat kembalinya
perkataan pembicara, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam
dikembalikan. Dan kalam itu sendiri
biasanya merujuk kepada makna aslinya yang merupakan esensi sebenarnya yang
dimaksud. Kalam ada dua macam, insya’ dan
ikhbâr. Salah satu yang termasuk
insya’ adalah amr (kalimat perintah).
Maka
ta’wilul amr maksudnya perbuatan yang
diperintahkan. Misalnya hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Rahiyallahu Anha,
ia berkata, “Adalah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam, membaca di dalam
ruku’ dan sujudnya Subhanallahu wa bi
hamdikka allahummaghfirli. Beliau menta’wilkan (menjalankan perintah)
Al-Qur’an”. Maksudnya ayat, “Maka bertasbihlah dengan memuji dan memohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dian Maha Penerima taubat.” (An-Nashr: 3)
Sedangkan
ta’wil al-ikhbar ialah esensi dari apa yang diperintahkan itu sendiri dan yang
benar-benar terjadi. Misalnya firman Allah berikut ini:
وَلَقَدْجِئْنَٰهُم
بِكِتٰبٍ فَصَّلْنَٰهُ عَلَىٰ عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ
يُؤْمِنُوْنَ۞هَلْ يَنْظُرُونَ إِلاَّ تَأْوِيْلَهُ ۚ يَوْم يَأْتِى
تِأْوِيْلُهُ٫يَقُولُ ٱلَّذِيْنَ نَسُوْهُ مِنْ قَبْلُ قَدْجَآءَتْ رُسُلُ
رَبِّنَا بِٱلْحَقِّ فَهَلْ لَّنَا مِن شُفَعَٓاءَفَيَشْفَعُوْالَنَٓاأَوْنُرَدُّ
فَنَعْمَلَ غَيْرَٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُۚ۞(الأعراف:۵۲-۵۳)
“Dan
sesungguh Kami telah mendatangkan Kitab (Al-Quran) kepadan mereka yang telah
menjelaskannya atas dasar pengetahuan kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali ta’wilnya. Pada hari
ta’wil-itu datang, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu: ‘Sungguh
telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami
pemberi syafaat yang akan membetikan syafa’at kepada kami, atau dapatkah kami
dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah
kami amalkan?” (Al-A’raf: 52-53).
Dalam ayat ini Allah telah
menceritakan bahwa Dia telah menjelaskan Al-Qur’an secara detail, dan merekan
tidak menunggu-nunggu kecuali ta’wilnya yaitu datangnya apa yang diberitakan
AL-Qur’an bahwa itu akan terjadi, seperti hari kiamat dan tanda-tandanya serta
segala apa yang ada di akhirat berupa buku catatan amal (suhuf), neraca amal (mizan),
surga, neraka dan lain sebagainya. Maka pada saat itulah mereka mengtakan:
“Sungguh telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi
kami pemberi syafaat yang akan membetikan syafa’at kepada kami, atau dapatkah
kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang
pernah kami amalkan?”
Kedua,
ta’wil al-kalam atau ta’wilul kalam dalam arti Menafsirkan dan Menjelaskan
maknanya.
Pengertian
inilah yang dimaksudkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya dengan
kata-kata: “Pendapat tentang ta’wil terhadap firman Allah ini...begini dan
begitu..” dan kata-kata: “Ahli ta’wil berbeda pendapat tentang ini.” Maka yang
dimaksudkan ta’wil disini adalah tafsir.
Ulama Salaf mendefinisikan takwil
sebagai berikut:
1.
Imam Al-Ghazali
dalam Kitab Al-Mutashfa
“Sesungguhnya
takwil itu dalah ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat
probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari
makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”
2.
Kaum muhadditsin
mendefinisikan takwil, sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh ulama
ushul fiqh, yaitu:
3.
Menurut Wahab
Khalaf takwil yaitu “memalingkan lafazh
dari zahirnya, karena adanya dalil.”
4. Menurut
Abu Zahra takwil adalah “mengeluarkan lafazh dari artinya yang zahir kepada
makna yang lain, tetapi bukan zahirnya.”
Macam-macam
ta’wil
1. Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil
yang dalam penetapannya tidak mempunyai dalil yang terendah sekalipun.
2. Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak
memenuhi standar makna terendah serta diduga sebagai makna yang benar.
C.
CONTOH
PENGGUNAAN TAFSIR DAN TA’WIL DALAM PENAFSIRAN
Berikut
adalah contoh-contohnya:
Menafsirkan
Al-Qur’an dengan As-Sunnah/Hadits
Contoh
Surat Al-An’am ayat 82:
الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang
yang mendapat kemenangan dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk”
Kata
“al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan
pengertian “al-syirk” (kemusyrikan).
Menafsirkan
Al-Qur’an dengan pendapat para sahabat
Contoh
surat an-Nisa’ ayat 2
Mengenai
penafsiran sahabat terhadap Alquran ialah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu
Halim dengan Sanad yang saheh dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menerangkan
ayat ini:
وآتوا اليتامى أموالهم ولا
تتبدلوا
الخبيث
بالطيب
ولا
تأكلوا
أموالهم
إلى
أموالكم
إنه
كان
حوبا
كبيرا
“Dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar.”
Kata ”hubb”
ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dengan dosa besar
Menafsirkan
Al-Qur’an dengan pendapat para Tabi’in:
Contoh
Surat Al-Fatihah:
Penafsiran
Mujahid bin Jabbar tentang ayat: Shiraat al-Mustaqim yaitu
kebenaran.
Contoh
bukunya:
1) Jami
al-bayan fi tafsir Al.Qur’an, Muhammad B. Jarir al. Thabari, W. 310 H.
terkenal dengan tafsir Thabari
2) Bahr
al-Ulum, Nasr b. Muhammad al- Samarqandi, w. 373 H. terkenal dengan
tafsir al- Samarqandi.
3) Ma’alim
al-Tanzil, karya Al-Husayn bin Mas’ud al Baghawi, wafat tahun 510,
terkenal dengan tafsir al Baghawi.
Tafsir
Bir Ra’i
Yaitu
penafsiran Al-Qur’an berdasarkan rasionalitas pikiran (ar-ra’yu), dan
pengetahuan empiris (ad-dirayah). Tafsir jenis ini mengandalkan kemampuan
“ijtihad” seorang mufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran
riwayat-riwayat (ar-riwayat). Disamping aspek itu mufassir dituntuk untuk
memiliki kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan
pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya
menjadi pertimbangan para mufassir.
Contoh
surat al-Alaq: 2
“Khalaqal
insaana min ‘alaq”
Kata alaq disini
diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz alaqah yang
berarti segumpal DARAHyang kental
a) Tafsir Terpuji
(Mahmud)
Suatu
penafsiran yang cocok dengan tujuan syar’i, jauh dari kesalahan dan kesesatan,
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab, serta berpegang teguh pada ushlub-ushlubnya dalam
memahami nash Al-Qur’an.
b) Tafsir
Al-Bathil Al-Madzmum
Suatu
penafsiran berdasarkan hawa nafsu, yang berdiri di atas kebodohan dan
kesesatan. Manakala seseorang tidak faham dengan kaidah-kaidah bahasa Arab,
serta tujuan syara’, maka ia akan jatuh dalam kesesatan, dan pendapatnya tidak
bisa dijadikan acuan.
Contoh
bukunya:
1) Mafatih
al-Ghayb, Karya Muhammad bin Umar bin al-Husain al Razy, wafat tahun
606, terkenal dengan tafsir al Razy.
2) Anwar
al-Tanzil wa asrar al-Ta’wil, Karya ‘Abd Allah bin Umar al-Baydhawi,
wafat pada tahun 685, terkenal dengan tafsir al-Baydhawi.
3) Aal-Siraj
al-Munir, Karya Muhammad al-Sharbini al Khatib, wafat tahun 977,
terkenal dengan tafsir al Khatib.
Tafsir
Bil Isyari
Suatu
penafsiran diamana menta`wilkan ayat tidak menurut zahirnya namun disertai
usaha menggabungkan antara yang zahir dan yang tersembunyi.”
Contoh Surat
Al-Baqoroh: 67
“...Innallaha
ya`murukum an tadzbahuu baqarah…”
Yang
mempunyai makna ZHAHIR adalah “……Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina…” Tetapi
dalam tafsir Isyari diberi makna dengan “….Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah…”
Contoh
dalam kisah Nabi Khidir dan Musa:
“Lalu
mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami.”
Penjelasan:
Allah telah menganugerahkan ilmu-Nya kepada Khidhir tanpa melalui proses
belajar sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang biasa. Ia memperoleh ilmu
karena ketaatan dan kesalihannya. Ia jauh dari maksiat dan dosa. Ia senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kesuciannya, Khidhir diberikan ilmu dari
sisi-Nya yang dinamakan ilmu ladunni menggunakan pendekatan qalbi (hati) atau
rasa.
Contoh
bukunya:
1) Tafsir
al-Qur’an al Karim, Karya Sahl bin ‘Abd. Allah al-Tastari, terkenal
dengn tafsir al-Tastari.
2) Haqa’iq
al-Tafsir, Karya Abu Abd. Al-Rahman al- Salmi, terkenal dengan Tafsir
al-Salmi.
3) Tafsir
Ibn ‘Arabi, Karya Muhyi al-Din bin ‘Arabi, terkenal dengan nama tafsir Ibn
‘Arabi.
Contoh
Surat al Fajr : 89
“Bahwasanya
rabb mu sungguh memperhatikan kamu”
Tafsirnya: Bahwasanya
allah senantiasa dalam mengintai-intai memperhatika keadaan hambanya”
Ta’wil:Menakutka
manusia dari berlalai-lalai, dari lengah mempersiapkan persiapan yang perlu.
D.
CARA
MENTAFSIRKAN AYAT-AYAT YANG GHORIB
Permasalahan
ini menjadi persoalan yang sangat rumit, khususnya setelah Nabi SAW.wafat,
sebab saat beliau masih hidup semua permasalahan yang timbul langsung
ditanyakan kepadanya. Tentu tidak semua persoalan sosial dan kemasyarakatan
serta keagamaan muncul saat beliau masih hidup karena umur beliau relatif
singkat, sementara pesoalan kemasyarakatan tersebut berkembang sejalan dengan
perkembangan masyarakat itu sendiri.
Namun
Rasulullah sebelum wafat telah meninggalkan dua pusaka yang sangat ampuh dan
mujarab serta berharga, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Nabi menjamin
barang siapa yang berpedoman kepada keduanya niscaya dia tidak akan sesat
selama-lamanya.
تـَرَكـْتُ
فِـيْكُـمْ شَـيْـئَـيْـنِ لَنْ تـَضِـلُّـوْا بـَعْـدَهُـمَا كِـتـَابَ اللهِ وَ
سُـنَّـتِى (رواه الحكم)
“Aku
meninggalkan dua perkara pada diri kalian yang kalian tidak akan tersesat
setelahnya yaitu Kitab Allah dan Sunnahku”.
Hadits
ini dikuatkan oleh firman Allah yang tertera pada surat al Nisa’ ayat 59
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.Kemudian jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah persoalan tersebut kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian.yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”.
Secara
teoritis kembali kepada al qur’an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah,
tetapi problema muncul lagi dan terasa memberatkan pikiran ketika teori itu
diterapkan untuk memecahkan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh
karena hal itu cara yang digunakan oleh ulama’ dalam memahami gharib al
qur’an, – dan ini disebut juga “Ahsana al Thuruq”oleh sebagai
ulama – adalah sebagi berikut :
1.
Menafsirkan al
qur’an dengan al qur’an
Contoh
Surat al An’am ayat 82
Kata
ظلم dalam ayat tersebut jika diartikan secara
tekstual maka terasa membawa pemahaman yang asing dan tidak cocok dengan
kenyataan sebab hampir tidak ditemukan orang-orang yang beriman yang tidak
pernah melakukan perbuatan dzalim sama sekali. Jika begitu maka tidak ada orang
mukmin yang hidupnya tentram dan tidak akan mendapat petunjuk.
Oleh
karena itu sahabat bertanya kepada Rasulullah, lalu Rasul menafsirkan
kata dzulm dengan syirkberdasarkan pada surat
Luqman ayat 13 “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
Dari
penjelasan Nabi diatas dapat diketahui bahwa kata dzulm dalam
surat al An’am berarti syirk bukan ke-dzaliman biasa, dengan
penjelasan itu selesailah persoalannya. Dan berdasarkan penjelasan Nabi itulah
maka surat al An’am ayat 82 diterjemahkan sebagai berikut “orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik)
mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
Menafsirkan
al qur’an dengan sunnah rasul.
As
Sunnah adalah penjelas dari al qur’an, dimana al qur’an telah menjelaskan bahwa
semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah. Oleh karena itu
Rasulullah bersabda
“Ketahuilah bahwa telah diberikan kepadaku
Qur’an dan bersamanya pula sesuatu yang serupa dengannya” yaitu sunnah
2. Jika
tidak ditemukan di dalam hadits maka dicari dalam atsar (pendapat)
shahabat
Pendapat
para sahabat lebih akurat dari pada lainnya dikarenakan mereka telah berkumpul
dengan Rasulullah dan mereka telah meminum air pertolongan beliau yang bersih.
Mereka menyaksikan wahyu dan turunnya, mereka tahu asbabun nuzul dari
sebuah ayat maupun surat dari al qur’an, mereka mempunyai kesucian jiwa,
keselamatan fitrah dan keunggulan dalam hal memahami secara benar dan selamat
terhadap kalam Allah SWT. bahkan menjadikan mereka mampu menemukan
rahasia-rahasia al qur’an lebih banyak dibanding siapapun orangnya.
3.
Jika masih belum didapati pemecahannya maka sebagian ulama memeriksa
pendapat tabi’in. diantara tabi’un ada yang menerima seluruh penafsiran dari
sahabat, namun tidak jarang mereka juga berbicara tentang tafsir ini dengan istinbat (penyimpulan)
dan Istidlal (penalaran dalil) sendiri. Tetapi yang harus
menjadi pegangan dalam hal ini adalah penukilan yang shohih
4.
Melalui sya’ir
Walaupun
sebagian besar ulama nahwu mengingkari cara yang kelima ini dalam menafsirkan
ayat yanggharib namun cobalah kita melepaskan diri dari perbedaan
itu dan melihat penjelasan dari Abu Bakar Ibnu Anbari yang berkata “telah
banyak riwayat yang menyebutkan bahwa sahabat dan tabi’in berhujjah dengan
sya’ir-syair dengan kata-kata yang asing bagi al qur’an dan yang musykil (yang
sulit)”.
Syai-syair
itu bukanlah dijadikan sebagi dasar al qur’an untuk berhujjah melainkan
dijadikan sebagai penjelas dari huruf-huruf asing yang ada di al qur’an, karena
Allah berfirman dalam surat az Zukhruf ayat 3 “Sesungguhnya Kami menjadikan al
qur’an dalam bahasa arab”.
Syair-syair
itu sebagai perbendaharaan bangsa arab. Jika salah satu huruf dalam al
qur’an tidak diketahui dalam bahsa arab maka dikembalikan pada perbendaharaan
mereka (bangsa arab), dan dicari maknanya.
Ibnu
Abbas berkata “ jika kalian bertanya kepadaku tentang sebuah kata asing di
dalam al qur’an maka carilah maknanya pada syair-syair. Sesungguhnya
syair-syair itu adalah perbendaharaan bangsa arab”.
Contoh
; ketika Ibnu Abbas sedang duduk-duduk di halaman ka’bah, dia dikelilingi oleh
sekelompok kaum dan bertanya kepadanya tentang penafsiran beberapa ayat,
diantaranya mereka bertanya tentang tafsir ayat وابتغو اليه
الوسيلة yang ada pada surat al Maidah ayat 35.
Kata الوسيلة diartikan oleh Ibnu Abbas dengan
“kebutuhan” , kemudian dia mengambil dasar dari syair yang dikatakan oleh
Antarah yang berbunyi
ان
الرجال لهم اليك وسيلة ان يأخذوك تكحاي
و تخضبي
Sesungguhnya
para laki-laki itu membutuhkanmu
Jika
mereka hendak mengambilmu
Maka
pakailah celak dan semir
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Tafsir dan
Ta’wil sendiri merupakan suatu penjelasan dan pendapat yang banyak dipaparkan beberapa ulama’ yang menerangkan
makna-makna al-Qur’an dan mengembalikan sesuatu kepada tujuan utama dan apa
yang dimaksud. Dengan banyak pendapat dari beberapa ulama’ kita juga dapat
memahami lebih jauh tentang Tafsir. Definisi Tafsir dan Tawil kita juga tidak
terlepas dari banyaknya macam keduanya.
2.
Contoh-contoh tentang menfsirkan ta’wil dan tafsir dapat membantu
mengurangi ketidak tahuan kita tentang memahami tafsir.
3.
Secara teoritis
kembali kepada al qur’an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah, tetapi
problema muncul lagi dan terasa
memberatkan pikiran ketika teori itu diterapkan untuk memecahkan
berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena hal itu cara yang
digunakan oleh ulama’ dalam memahami gharib al qur’an, – dan ini
disebut juga “Ahsana al Thuruq”oleh sebagai ulama – adalah sebagi
berikut :
a. Menafsirkan
al qur’an dengan al qur’an.
b. Jika
tidak ditemukan di dalam hadits maka dicari dalam atsar (pendapat)
shahabat.
c. Jika
masih belum didapati pemecahannya maka sebagian ulama memeriksa pendapat
tabi’in.
d. Melalui
sya’ir
Saran :
DAFTAR
PUSTAKA
putri(2013).Tafsir dan
Ta'wil.from http://puiteripitrisebuahcatatan.blogspot.com/2013/01/tafsir-dan-tawil.html,28
oktober 2013
syaikh manna’ al-qaththan.(2013). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Manna’ Khalil al-Qattan. (2012). Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor:
Pustaka Litera antarnusa.
Syaikh Muhammad bin Shalih(2008). Pengantar
Ilmu Tafsir. Jakarta: Darus Sunnah Press.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy(2000).
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Muhammad
Ali As-Shobuni(2003). At-Tibyan fi
‘Ulumil Qur’an. Jakarta: Dar
Al-Islamiyah.
[1] Manna’
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera
antarnusa,2012),455
[2] Syaikh
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar,2013),408.
[3] Ibid, 409.
[4] Syaikh
Muhammad bin Shalih, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Darus Sunnah
Press,2008),57
[5] Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2000), 170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar